Jumat, 14 Januari 2011

Penyimpangan dalam Nama dan Sifat Allah di Masyarakat (2)

Contoh-contoh penyimpangan dalam nama dan sifat Allah yang tersebar di masyarakat

Banyak contoh perbuatan ini yang terjadi di masyarakat, karena ketidakpahaman mereka terhadap urusan agama mereka, terutama masalah yang berhubungan dengan keyakinan dasar dan keimanan mereka, meskipun kebanyakan penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak separah dan tidak sampai pada tingkat kekafiran seperti bentuk-bentuk penyimpangan di atas. Tapi meskipun demikian, tentu semua ini harus dijauhi karena sedikit banyak akan merusak keimanan dan mendangkalkan keyakinan seorang muslim terhadap Allah Ta’ala.

Beberapa contoh penyimpangan tersebut di antaranya:

- Keyakinan sebagian dari orang-orang yang tidak paham agama bahwa masing-masing dari al-Asma-ul husna (nama-nama Allah yang maha indah) mempunyai khasiat khusus untuk mengobati penyakit tertentu, misalnya penyakit mata bisa disembuhkan dengan membaca nama Allah yang khusus untuk menyembuhkan penyakit mata, nama ini dibaca berulang-ulang dalam jumlah tertentu. Demikian pula penyakit hidung, kepala, tulang dan anggota badan lainnya.

Perbuatan ini jelas merusak keyakinan, bahkan mengandung pelecehan terhadap nama-nama Allah yang maha indah, di samping itu juga merupakan perbuatan bid’ah[1] yang sesat serta memalingkan manusia dari zikir dan ruqyah[2] yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih.

- Menjadikan nama-nama Allah sebagai jimat dengan menulisnya pada kertas atau manik-manik kemudian digantung pada kendaraan atau rumah, dengan tujuan untuk penjagaan dan perlindungan dari pandangan mata jahat, kedengkian, gangguan setan dan lain sebagainya.

Perbuatan ini jelas diharamkan dalam Islam, berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka sungguh dia telah berbuat syirik”[3].

- Menulis nama-nama Allah Ta’ala pada pigura yang indah dengan tulisan yang dihiasi (kaligrafi) untuk dijadikan sebagai hiasan dinding, sehingga orang yang melihatnya akan kagum dengan keindahan tulisan dan hiasannya, bukan pada keindahan nama-nama-Nya apalagi untuk meningkatkan keimanan.

Perbuatan ini jelas tidak disyariatkan, karena perbuatan ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum, juga karena nama-nama Allah Ta’ala terlalu agung dan mulia untuk dijadikan sebagai hiasan dinding dan rumah.

- Menjadikan al-Asma-ul husna (nama-nama Allah yang maha indah) sebagai zikir sehari-hari dengan membaca semua nama tersebut, ada yang membacanya di waktu pagi dan sore, atau setelah shalat lima waktu, bahkan terkadang ada yang membacanya berulang-ulang sampai ratusan kali.

Adapun makna “berdoa dengan nama-nama Allah” seperti yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam ayat di atas, juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, yang barangsiapa menghafal (dan memahami kandungan)nya maka dia akan masuk surga”[4], artinya adalah menghafal nama-nama tersebut, memahami kandungan maknanya, dan mengamalkannya serta berdoa kepada Allah Ta’ala dengan menyebut nama-Nya yang sesuai dengan permintaan yang kita sampaikan kepada-Nya.

- Termasuk kesalahan besar dalam masalah ini adalah memberi nama seorang dengan nama yang berarti penghambaan kepada selain Allah Ta’ala, seperi ‘abdun nabi (hambanya Nabi) atau ‘abdul ka’bah (hambanya ka’bah) dan yang semisalnya.

Perbuatan ini diharamkan dalam Islam berdasarkan konsensus para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah, karena manghambakan diri kepada selain Allah Ta’ala adalah perbuatan syirik.

- Juga termasuk kesalahan dalam masalah ini adalah membuang kertas, buku ataupun majalah yang bertulisakan nama-nama Allah disembarang tempat ataupun di tempat sampah yang bercampur dengan kotoran dan barang-barang buangan.

Perbuatan ini diharamkan dalam Islam, karena menunjukkan sikap tidak memuliakan dan mengagungkan nama-nama-Nya, padahal Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tidak menjawab salam seorang sahabat ketika beliau sedang berada di WC[5], dalam rangka memuliakan nama Allah Ta’ala dengan tidak menyebutkannya sewaktu berada di tempat yang kotor dan najis[6].

Cara untuk menyelamatkan diri dari penyimpangan dan dosa besar ini

Satu-satunya cara untuk selamat dari penyimpangan besar ini adalah dengan berdoa memohon taufik kepada Allah Ta’ala agar kita terhindar dari semua bentuk penyimpangan dan kesesatan dalam memahami dan mengamalkan agama ini.

Kemudian dengan berusaha mengikuti metode yang benar dalam memahami dan mengamalkan agama Islam, yaitu metode para ulama salaf, Ahlus sunnah wal jama’ah, yang telah direkomendasikan kebenaran pemahaman dan pengamalam Islam mereka oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ}

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari (kalangan) orang-orang muhajirin dan anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada-Nya, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar” (QS. At Taubah:100).

Oleh karena itulah metode Ahlus sunnah wal jama’ah digambarkan oleh para ulama sebagai metode berislam yang a’lam wa ahkam wa aslam[7] (yang paling sesuai dengan ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang paling bijaksana dan sesuai dengan hikmah yang agung, serta paling selamat dari kemungkinan menyimpang dan tersesat dari kebenaran)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – semoga Allah merahmati beliau – menggambarkan agungnya metode ini secara ringkas dalam ucapan beliau, “Ini adalah ideologi golongan yang selamat dan selalu mendapatkan pertolongan dari Allah Ta’ala sampai hari kiamat, (yang mereka adalah) Ahlus Sunnah wal jama’ah (orang-orang yang mengikuti manhaj salaf), yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, (hari) kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada takdir Allah yang baik maupun yang buruk. Termasuk iman kepada Allah (yang diyakini Ahlus Sunnah wal jama’ah) adalah mengimani sifat-sifat Allah Ta’ala yang Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam Al Qur-an dan yang ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits-hadits yang shahih), tanpa tahriif (menyelewengkan maknanya), tanpa ta’thiil (menolaknya), tanpa takyiif (membagaimanakan/menanyakan bentuknya), dan tanpa tamtsiil (meyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk). Ahlus Sunnah wal jama’ah mengimani bahwa Allah Ta’ala,

{لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS Asy Syuura:11).

Maka Ahlus Sunnah wal jama’ah tidak menolak sifat-sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya, tidak menyelewengkan makna firman Allah dari arti yang sebenarnya, tidak menyimpang (dari kebenaran) dalam (menetapkan) nama-nama Allah (yang maha indah) dan dalam (memahami) ayat-ayat-Nya. Mereka tidak membagaimanakan/menanyakan bentuk sifat Allah dan tidak meyerupakan sifat-Nya dengan sifat makhluk. Karena Allah Ta’ala tiada yang serupa, setara dan sebanding dengan-Nya, Dia Ta’ala tidak boleh dianalogikan dengan makhluk-Nya, dan Dia-lah yang paling mengetahui tentang diri-Nya dan tentang makhluk-Nya, serta Dia-lah yang paling benar dan baik perkataan-Nya dibanding (semua) makhluk-Nya. Kemudian (setelah itu) para Rasul-Nya shallahu ‘alaihi wa sallam orang-orang yang benar (ucapannya) dan dibenarkan, berbeda dengan orang-orang yang berkata tentang Allah I tanpa pengetahuan. Oleh karena itulah Allah Ta’ala Berfirman,

{سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}

“Maha Suci Rabbmu Yang mempunyai kemuliaan dari apa yang mereka katakan, Dan keselamatan dilimpahkan kepada para Rasul, Dan segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam. (QS Ash Shaaffaat: 180-182).

Maka (dalam ayat ini) Allah mansucikan diri-Nya dari apa yang disifatkan orang-orang yang menyelisihi (petunjuk) para Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Allah menyampaikan salam (keselamatan) kepada para Rasul r karena selamat (suci)nya ucapan yang mereka sampaikan dari kekurangan dan celaan. Allah Ta’ala telah menghimpun antara an nafyu (meniadakan sifat-sifat buruk) dan al itsbat (menetapkan sifat-sifat yang maha baik dan sempurna) dalam semua nama dan sifat yang Dia tetapkan bagi diri-Nya, maka Ahlus Sunnah wal jama’ah sama sekali tidak menyimpang dari petunjuk yang dibawa oleh para Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena itulah jalan yang lurus; jalannya orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah Ta’ala, yaitu para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh”[8].

Semoga Allah senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita untuk selalu berpegang teguh dengan metode Ahlus sunnah wal jama’ah dalam berislam agar kita terhindar dari segala bentuk kesesatan dan penyimpangan dalam memahami dan mengamalkan agama ini. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi maha Mengabulkan permohonan hamba-Nya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Kota Kendari, 11 Jumadal Awal 1431 H

Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar