Jumat, 14 Januari 2011

Inilah Bekas-Bekas Pelajaran Tauhid

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Tidak ada suatu perkara yang memiliki bekas-bekas/dampak yang baik serta keutamaan yang beraneka ragam seperti halnya tauhid. Karena sesungguhnya kebaikan di dunia dan di akherat itu semua merupakan buah dari tauhid dan keutamaan yang muncul darinya.” (al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 16)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah juga berkata, “Segala kebaikan yang segera -di dunia- ataupun yang tertunda -di akherat- sesungguhnya merupakan buah dari tauhid, sedangkan segala keburukan yang segera ataupun yang tertunda maka sesungguhnya itu merupakan buah/dampak dari lawannya….” (al-Qawa’id al-Hisan al-Muta’alliqatu Bi Tafsir al-Qur’an, hal. 26)

Allah ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (yaitu syirik), maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah.” (QS. al-An’aam: 82)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata: Ketika turun ayat “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman (yaitu syirik), maka mereka itulah orang-orang yang akan mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan hidayah.” (QS. al-An’aam: 82) Maka hal itu terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas merekapun mengadu, “Lalu siapakah diantara kami ini yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak seperti yang kalian sangka. Sesungguhnya yang dimaksudkan adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Luqman kepada anaknya; ‘Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.’ (QS. Luqman: 13).” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [2/206])

al-Khatthabi rahimahullah berkata, “Asal makna dari zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, dan barangsiapa yang menempatkan ibadah untuk selain Allah ta’ala maka dia adalah sosok pelaku kezaliman yang paling zalim.” (sebagaimana dinukil oleh an-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim [2/206])

Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Qar’awi hafizhahullah berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala memberitakan kepada kita bahwasanya barangsiapa yang mentauhidkan-Nya dan tidak mencampuri tauhidnya dengan syirik maka Allah menjanjikan atasnya keselamatan dari masuk ke dalam neraka di akherat serta Allah akan membimbingnya menuju jalan yang lurus di dunia.” (al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 35)

Syaikh Muhammad bin Abdul Aziz al-Qar’awi hafizhahullah juga menjelaskan, “Ayat ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang meninggal di atas tauhid serta bertaubat dari dosa-dosa besar maka dia akan selamat dari siksa neraka. Dan barangsiapa yang meninggal dalam keadaan masih bergelimang dengan dosa-dosa besar/tidak bertaubat darinya sementara dia masih bertauhid maka dia akan selamat dari -hukuman- kekal di neraka.” (al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 35)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan la ilaha illallah wahdahu la syarika lah -tiada sesembahan yang benar selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya- dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Kemudian mengatakan bahwa Isa adalah hamba Allah dan putra dari seorang hamba perempuan-Nya serta terjadi dengan kalimat-Nya yang diberikan kepada Maryam dan merupakan ruh dari -ciptaan-Nya. Dan dia mengatakan bahwa surga itu benar, neraka juga benar. Maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga melalui salah satu pintu manapun di antara kedelapan pintu surga yang dia kehendaki.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [2/70-71])

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Di antara keutamaan tauhid yang paling agung adalah ia merupakan sebab yang menghalangi kekalnya seorang di dalam neraka, yaitu apabila -minimal- di dalam hatinya masih terdapat tauhid meskipun seberat biji sawi. Kemudian, apabila tauhid itu sempurna di dalam hati maka akan bisa menghalangi masuk neraka secara keseluruhan/tidak masuk neraka sama sekali.” (al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 17)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hambapun yang mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya melainkan Allah pasti haramkan dia tersentuh api neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [2/82-83])

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan mempersekutukan Allah barang sedikitpun maka dia pasti masuk neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [2/164])

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jibril ‘alaihis salam datang kepadaku dan menyampaikan kabar gembira bahwa barangsiapa yang meninggal di antara umatmu dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah barang sedikitpun maka dia pasti masuk surga.” Aku -Abu Dzar- berkata, “Meskipun dia berzina dan mencuri?”. Maka beliau menjawab, “Meskipun dia berzina dan mencuri.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [2/166])

an-Nawawi rahimahullah berkata, “…Apabila dia adalah seorang pelaku dosa besar -yaitu yang masih bertauhid- meninggal dalam keadaan terus-menerus bergelimang dengannya -maksudnya tidak bertaubat dari dosa besarnya- maka dia berada di bawah kehendak Allah -artinya terserah kepada Allah mau menghukum atau memaafkannya-. Apabila dia dimaafkan maka dia bisa masuk surga secara langsung sejak awal. Kalau tidak, maka dia disiksa terlebih dulu lalu akan dikeluarkan dari neraka dan dikekalkan di dalam surga…” (Syarh Muslim [2/168])

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Sesungguhnya salah satu ciri hati yang sakit adalah ia berpaling dari mengkonsumsi hal-hal yang bermanfaat dan yang cocok dengannya menuju hal-hal yang justru membahayakan dirinya, serta ia berpaling dari obat yang manjur menuju penyakit yang membahayakan…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 96)

Beliau rahimahullah juga berkata, “…Salah satu ciri sehatnya hati adalah ia senantiasa merasa rindu dan berhasrat untuk berkhidmat/mengabdi dan taat -kepada Allah- sebagaimana halnya orang yang lapar menginginkan makanan dan minuman.” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 98)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى (41)

“Maka barangsiapa yang merasa takut akan kedudukan Rabbnya serta menahan dari melampiaskan hawa nafsunya -dengan cara yang terlarang-, maka sesungguhnya surga adalah tempat tinggal baginya.” (QS. an-Nazi’aat: 40-41)

Allah ta’ala juga berfirman,

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)

“Pada hari itu -kiamat- tidak berguna harta dan keturunan, kecuali bagi orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. asy-Syu’araa’: 88-89).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar