Kamis, 07 Oktober 2010

Keutamaan Mendatangi Masjid

Mendatangi dan berangkat menuju masjid adalah banyak keutamaan yang disebutkan oleh hadits-hadits nabawiah. Kami mencukupkan dengan hanya menyebutkan sebagian di antaranya:
A. ”Barangsiapa yang berwudhu di rumahnya dan memperbaiki wudhunya kemudian dia mendatangi masjid, maka dia adalah orang yang berziarah kepada Allah, dan sudah kewajiban bagi yang diziarahi untuk memuliakan orang yang berziarah.”
Al-Mundziri berkata tentang hadits ini (1/130), ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dari Salman t dengan dua sanad, salah satunya jayyid. Al-Baihaqi meriwayatkan yang semakna dengannya secara mauquf dari sebagian sahabat Rasulullah r dengan sanad yang shahih.”
Al-Haitsami berkata (2/31), ”Ath-Thabarani meriwayatkannya dalam Al-Kabir dan perawi salah satu dari kedua sanadnya adalah perawi Ash-Shahih.”
Saya berkata: Hadits ini mempunyai pendukung dari hadits Abdullah bin Mas’ud secara marfu’ dengan lafazh, ”Sesungguhnya rumah-rumah Allah di bumi adalah masjid-masjid, dan sesungguhnya wajib atas Allah untuk memuliakan orang yang berziarah.”
Al-Haitsami berkata (2/22), ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dan di dalam sanadnya adalah Abdullah bin Ya’qub Al-Kirmani, seorang rawi yang lemah.”
Saya berkata: Sanadnya di dalam Al-Kabir sebagai berikut: Al-Abbas bin Hamdan Al-Ashbahani menceritakan kepada kami (dia berkata): Abdullah bin Abi -demikian yang tertulis- Ya`qub Al-Kirmani (dia berkata): Abdullah bin Yazid Al-Muqri` mengabarkan kepada kami (dia berkata): Al-Mas’udi mengabarkan kepada kami dari Ibnu Ishaq dari Amr bin Maimun dan seterusnya.
Al-Abbas bin Hamdan ini adalah Al-Hanafi, Ath-Thabarani sangat sering meriwayatkan hadits darinya dan dia meriwayatkan satu haditsnya di dalam Al-Mu’jam Ash-Shaghir (hal. 121) karyanya. Saya tidak menemukan ulama yang menyebutkan biografinya, dan mungkin dia terdapat dalam Thabaqat Al-Ashbahaniyin karya Ibnu Hibban. Dan di antaranya adalah sebuah manuskrip dalam Perpustakaan Azh-Zhahiriah, maka silakan merujuk kepadanya. Semua perawi lainnya tsiqah kecuali Al-Kirmani, karena dia adalah rawi yang lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Haitsami dan Adz-Dzahabi sebelumnya.

B. ”Barangsiapa yang pergi atau berangkat ke masjid maka Allah akan mempersiapkan untuknya hidangan di dalam surga setiap kali dia pergi atau berangkat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (2/117), Muslim (2/132) dan Ahmad (2/508-509) dari Yazid bin Harun -guru Ahmad dalam sanadnya- (dia berkata): Muhammad bin Mutharrif mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari Atha` bin Yasar dari Abu Hurairah secara marfu’.
Al-Hafizh berkata, ”Lahiriah hadits ini menunjukkan adanya pahala bagi siapa yang mendatangi masjid secara mutlak. Akan tetapi yang dimaksudkan di sini terkhusus bagi siapa yang mendatanginya untuk beribadah, dan ibadah terbesar adalah shalat, wallahu a’lam.”

C. ”Barangsiapa yang berangkat ke masjid jamaah, maka setiap langkahnya akan menghapuskan kejelekan dan setiap langkahnya akan dituliskan pahala, pergi dan pulangnya.”
Ini berasal dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash.
Diriwayatkan oleh Ahmad (2/172) dari jalan Ibnu Lahiah (dia berkata): Huyaiy bin Abdillah menceritakan kepada kami bahwa Abu Abdirrahman menceritakan kepadanya bahwa dia mendengar Abdullah bin Amr bin Al-Ash menceritakannya secara marfu’.
Ini adalah sanad yang hasan. Yang dikhawatirkan dari Ibnu Lahiah hanyalah kalau dia bersendirian karena hafalannya yang jelek, walaupun pada dasarnya dia sendiri adalah rawi yang tsiqah, dan di sini dia telah mendapat dukungan.
Al-Haitsami berkata (2/29) setelah dia membawakan hadits ini, ”Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabarani dalam Al-Kabir, dan semua perawi Ath-Thabarani adalah perawi Ash-Shahih sementara perawi Ahmad, di antara mereka ada Ibnu Lahiah.”
Al-Munawi berkata (1/125), ”Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang hasan, serta Ath-Thabarani dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya.”
Kelihatannya Ibnu Hibban juga meriwayatkannya selain dari jalan Ibnu Lahiah, karena Ibnu Lahiah sendiri lemah menurut Ibnu Hibban.
Dia berkata tentangnya, ”Saya telah meneliti semua hadits-haditsnya dari riwayat orang-orang yang meriwayatkan darinya terdahulu dan yang belakangan, maka saya melihat adanya percampurbauran dalam riwayat orang-orang yang meriwayatkan darinya belakangan dan dari riwayat orang-rang yang terdahulu ada banyak riwayat yang tidak ada asalnya. Lalu saya kembali mengumpulkan jalan-jalannya, maka saya menemukan dia sering melakukan tadlis dari rawi-rawi yang lemah tapi menyandarkannya kepada rawi-rawi yang dianggap oleh Ibnu Lahiah sebagai rawi yang tsiqah, lalu dia menyandakan riwayat-riwayat palsu itu kepada mereka.”
Kemudian, kelihatannya Ath-Thabarani meriwayatkannya selain dari jalan Huyaiy bin Abdillah karena dia ini bukan termasuk perawi Ash-Shahih.
Sementara Al-Haitsami berkata tentang perawi haditsnya, ”Mereka semua adalah rawi yang shahih,” tanpa ada pengecualian.

D. ”Barangsiapa yang berjalan di kegelapan malam menuju ke masjid maka dia akan berjumpa dengan Allah -Azza wa Jalla- dengan cahaya pada hari kiamat.”
Ini dibawakan oleh Al-Mundziri (1/129) dari hadits Abu Ad-Darda` secara marfu’.
Dia (Al-Mundziri) berkata, ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dengan sanad yang hasan dan juga Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Lafazhnya adalah, ”Barangsiapa yang berjalan di kegelapan malam menuju ke masjid-masjid maka Allah akan memberikan kepadanya cahaya pada hari kiamat.”
Al-Haitsami berkata (2/30), ”Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir dan semua perawinya tsiqah.”
Hadits ini mempunyai banyak pendukung yang semakna dengannya, yang dengannya hadits ini bisa naik ke derajat shahih. Di antaranya adalah:
Dari Abu Hurairah. Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Ausath dengan sanad yang hasan, sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mundziri dan Al-Haitsami mengikutinya.

[Diringkas dari Ats-Tsamar Al-Mustathab jilid 1 karya Asy-Syaikh Al-Albani pada bab hukum-hukum seputar masjid]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar